Selasa, 27 Mei 2008

Hati-hati Memilih Obat Flu Anak

FDA (Food and Drug Administration) atau badan pengawas obat dan makanan di Amerika Serikat, pada tahun 2007 mengeluarkan himbauan agar produk obat batuk dan pilek untuk anak-anak usia di bawah 6 tahun, ditarik dari peredaran. Kebijakan ini dilakukan untuk mengurangi risiko overdosis dari penggunaan obat-obatan tersebut. Keputusan tersebut diambil berdasarkan data kematian 54 anak antara tahun 1969-2006. Mereka meninggal karena menggunakan obat batuk yang mengandung dekongestan.
Produk obat batuk dan pilek yang sebagian besar menggunakan pseudoefredin (psedoephredine) ditarik dari peredaran karena dosis yang digunakan tidak sesuai dengan anjuran. Penarikan tersebut merupakan langkah pencegahan untuk menghindari penggunaan obat yang tidak sesuai, termasuk penggunaan yang berlebihan pada anak-anak berusia di bawah 2 tahun. Meskipun demikian, BPOM merasa belum perlu menarik produk obat batuk dari pasaran, tetapi menganjurkan agar anak-anak balita tidak minum obat batuk-pilek yang dijual bebas.

Pseudoefredin
Pseudoefredin merupakan dekongestan nasal, yaitu zat dalam obat yang dapat meredakan hidung tersumbat, biasanya akibat reaksi peradangan dan produksi cairan atau sekret yang banyak pada penderita flu.
Di Amerika Serikat, CDC (Center for Disease Control) melakukan penelitian kematian bayi usia kurang dari 12 bulan yang disebabkan obat batuk-pilek. Ada 3 kematian bayi yang berusia kurang dari 6 bulan, yang memiliki kadar pseudoefredin tinggi dalam darahnya.
Pseudoefredin memiliki efek samping yang harus diwaspadai bahkan oleh tenaga medis sekalipun, sehingga tidak disarankan penggunaannya tanpa disertai resep dokter. Obat ini, jika masuk ke dalam sistem saraf pusat, dapat menyebabkan kecemasan, peka ransangan, dan gelisah. Efek samping lainnya berupa denyut jantung lebih cepat, insomnia, efek alergi pada kulit, kulit kering, retensi urin (urin tertahan di dalam kandung kemih), anoreksia, halusinasi, sakit kepala, mual, dan sakit perut. Pseudoefredin juga dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke.

Phenylephrine sebagai alternatif
Phenylephrine, tidak seperti pseudoefredin, relatif lebih aman. Mekipun berpotensi menyebabkan hipertensi, laporan kasus-kasus tersebut masih tergolong jarang. Menurut Clinical Pharmacology Review, dosis yang diperlukan untuk meningkatkan tekanan darah adalah 50 mg, 5x dosis terapeutik. Phenylephrine oral 10 mg dianggap tidak memengaruhi tekanan darah atau detak jantung. Dan berdasarkan penelitian, dosis oral sebanyak 10 mg menjadikan phenylephrine dekongestan yang efektif untuk penderita pilek.
Phenylephrine bisa jadi merupakan obat pilihan karena efek sampingnya yang minimal terutama pada sistem saraf pusat. Dalam dosis yang direkomendasikan, efeknya terhadap kerja jantung sangat kecil. Akan tetapi, tetap tidak dianjurkan menggunakan obat ini tanpa pengawasan tenaga kesehatan.
Bila anak Anda, dan terutama jika masih bayi menderita batuk dan pilek, Anda harus menjadi orang tua yang hati-hati dan jeli. Meskipun Anda memeriksakan anak ke dokter anak sekalipun, ada baiknya menjadi lebih kritis untuk menanyakan kandungan obat yang diresepkan. Saat ini, obat batuk dan pilek yang mengandung pseudoefredin masih beredar luas di pasaran.

Kamis, 22 Mei 2008

Sifat Zat Yang Membahayakan Janin dalam Kandungan

Sifat suatu zat/obat yang memengaruhi perkembangan janin di dalam rahim digolongkan ke dalam:
Teratogenik: agens/zat yang merusak kondisi di dalam rahim,tanpa memandang usia kehamilan. Agens teratogenik merupakan salah satu penyebab perubahan struktural dan perilaku pada janin jika diberikan selama trimester pertama.
Fetotoksik: zat yang menyebabkan perubahan janin pada trimester 2 dan 3.
Trafogen: zat yang dapat mengganggu pertumbuhan janin.
Litogen: zat yang berisiko menyebabkan masalah hukum; berdasarkan hukum tidak berisiko tetapi ditemukan kasus yang dicurigai berkaitan dengan obat tersebut. Sebagai contoh, Bendectin (obat nausea gastrointestine) kombinasi dengan doksilamin suksinat & vit B6.

Benarkah Pil KB Bikin Gemuk?

Banyak wanita beranggapan bahwa konsumsi pil menyebabkan penambahan berat badannya beberapa kilogram. Akan tetapi, penelitian terbaru tidak menemukan bukti klinis bahwa pil kontrasepsi menyebabkan penambahan berat badan. Jadi, sebenarnya kurang bijaksana jika wanita mengaitkan penambahan berat badan akibat mengonsumsi pil KB.
Para peneliti di Family Health International-sebuah organisasi nonprofit di Amerika yang aktif dalam kegiatan kesehatan masyarakat internasional—menguji coba 44 jenis kontrasepsi hormonal. Tiga dari penelitian tersebut membandingkan perubahan berat badan pada wanita yang mengonsumsi pil kontrasepsi dengan wanita yang meminum pil plasebo (sediaan yang tidak mengandung obat). Ketiganya tidak memperlihatkan adanya hubungan antara konsumsi pil kb dan penambahan berat badan. Percobaan sisanya, membandingkan antara perubahan berat badan di antara wanita yang minum pil KB yang berbeda. Beberapa wanita mengalami penurunan dan juga kenaikan berat badan, tetapi secara keseluruhan perbedaan kedua kelompok tersebut minimal.
Ketua penelitian, Profesor Lopez mengatakan, “Terdapat bukti bahwa wanita mungkin mengganti metode kontrasepsi atau menghentikan penggunaan pil KB karena mereka anggap menyebabkan kenaikan berat badan. Kabar baik menunjukkan bahwa tidak ditemukan bukti yang mendukung hubungan sebab akibat antara kontrasepsi dan kenaikan berat badan.
Penelitian ini mengonfirmasi apa yang telah dikatakan para profesional kesehatan selama bertahun-tahun—bahwa pil itu sendiri tidak secara langsung menyebabkan kenaikan berat badan. Kemungkinan yang sering terjadi, saat memulai penggunaan pil kontrasepsi, biasanya disertai dengan perubahan gaya hidup, yang memengaruhi perubahan pola makan dan minum sehingga berat badan mengalami kenaikan.
Sebagai contoh, seorang wanita mulai minum pil KB di awal pernikahan atau memiliki hubungan yang serius dengan pria, mungkin akan mengalami perasaan nyaman dan bahagia dengan hubungan tersebut. Kondisi ini dapat menyebabkan perubahan pola makan dan bahkan porsi makan. Selain itu, frekuensi makan bersama di restoran atau tempat makan favorit juga menjadi lebih sering. Frekuensi makan yang lebih sering dan pilihan menu makanan yang tinggi kalori atau minim serat masih diperparah dengan berkurangnya aktivitas olahraga.

Wanita yang mengalami kenaikan berat badan setelah menggunakan pil kontrasepsi, sebaiknya meninjau kembali perubahan gaya hidup yang terjadi sejak menggunakan pil tersebut. Mungkin setelah mengkaji kembali pola hidup yang berubah, wanita akan menemukan bahwa tidak ada dampak langsung dari penggunaan pil kontrasepsi terhadap kenaikan berat badan yang dialami. Penggunaan pil kontrasepsi disertai pola hidup yang positif akan membantu mengurangi kelebihan lemak di tubuh, dan wanita pun merasa aman dari kehamilan yang tidak direncanakan.

Sumber: Weight Loss Resource Ltd. Copyright 2000-2008